Pangeran Edelweiss itu Bernama Jordan

Mungkin aku adalah salah satu manusia yang paling bahagia, dari hampir tujuh miliar jiwa manusia di bumi. Aku bukan manusia dengan harta berlimpah ruah, bukan juga gadis tercantik di seluruh dunia. Aku hanya seorang gadis dengan bunga edelweiss yang selalu menemaniku saat aku tertidur, andai kalian mempunyai bunga edelweiss seperti diriku, mungkin kalian juga akan sebahagia diriku.

Ibuku selalu menceritakan keindahan bunga edelweiss, setiap jiwa yang hidup tiada tertahan untuk memiliki bunga ini ketika pertama kali melihatnya. Mungkin inilah salah satu alasan ku menjadi salah satu gadis yang paling bahagia. Hampir kemanapun aku pergi, bunga edelweiss ini selalu bersamaku, selalu menemaniku.

Hingga suatu ketika, aku menengadahkan kedua tanganku mengharapkan sedikit keajaiban dari-Nya : “tuhan, aku menengadahkan kedua tanganku hanya kepadamu. Hanya engkau maha pemberi, aku tidak ingin menjadi gadis tercantik, aku juga tak ingin menjadi orang terkaya. Tapi tuhan aku meminta sedikit keajaibanmu, agar aku dipertemukan dengan seorang pangeran seperti dalam kisah Cinderella, atau putri salju. Aamiin”.

“Semoga tuhan memberikan sedikit anugerahnya kepadaku” aku menggumam kecil

Sudah pukul sepuluh malam, aku harus tidur, sebelum nanti ibuku tau, kalo aku masih terjaga semalam ini. “jika saja ibu tau anak gadisnya belum tidur semalam ini, bisa-bisa besok aku tidak dikasih jajan”. Tapi seperti biasa, sebelum aku tertidur. Aku selalu membiasakan diri untuk melihat keluar jendela, menatap satu persatu bintang diatas langit, atau sekedar ber angan-angan aku ingin suatu saat nanti aku bisa pergi ke bulan bersama pangeran ku kelak. Tapi siapa pangeranku?. Aku selalu tertawa kecil jika pertanyaan terakhir itu tiba-tiba menyeruak. Jelas saja itu hanya khayalan gadis remaja seperti ku, mustahil bisa pergi ke bulan apalagi dengan seorang pangeran seperti dalam bayanganku?. Ah… hanya ilusi, kekasih saja aku tidak punya, apalagi seorang pangeran?. Sebelum aku tidur, aku selalu berdo’a terlebih dahulu, dan mengatakan. “hai bunga edelweiss ku, ayo temani aku tidur”

Teng… teng… teng…

Jam di ruang tamu berdenting, mengisyaratkan sudah memasuki tengah malam, semua orang di rumah ini juga sudah tertidur
.
Wusshh… angin kencang tiba-tiba membuka jendela kamarku, yang sontak membuatku kaget dan terbangun dari tidur pulas ku, tapi tunggu dulu. Dimana bunga edelweiss ku?, aku selalu memegangnya di tanganku saat aku tertidur, aku panik setengah mati, jangan-jangan edelweiss ku hilang terbawa angin kencang tadi?. Aku mencarinya hampir setengah jam, setiap sudut kamarku sudah aku geledah, tapi hasilnya nihil. Bunga itu hilang !. edelweiss ku hilang !.

Aku belum pernah merasakan perasaan sesedih ini, malam ini aku habiskan dengan menangis. Lihat, air mataku bercucuran satu persatu keluar dari kornea mataku. Aku tak kuasa menahan tangis ini, aku menangis ter sedu-sedu. Apa yang telah aku lakukan, aku menghilangkan edelweiss ku?, betapa bodohnya diriku!. Tapi tunggu dulu, dalam sekat-sekat air mataku, aku sempat melihat keluar jendela. Dan betapa terkejutnya aku ketika aku melihat jutaan bunga edelweiss terbang mengarah masuk ke jendela kamarku, bukan hanya satu edelweiss tapi jutaan edelweiss dengan diiringi bintang dengan cahaya nya yang terang. Sejenak aku berhenti menangis dan meyakinkan penglihatan ku yang agak kabur setelah lama menangis. Dan jutaan bunga edelweiss itu masuk ke kamarku, di depan jendela kamarku satu persatu bunga itu lepas dengan sendirirnya, dan terlihat sesosok laki-laki dari balik jutaan edelweiss itu. Aku terdiam dalam kebingunganku, aku benar-benar tidak bisa bergerak. Mungkin saat ini jika ada electrocardiography yang mengukur betapa cepat jantung ku berdetak, alat tersebut akan error karena kecepatan denyut jantung ku tak bisa terukur saat ini.

Oh tidak, lelaki itu mendekat ke arahku dengan diiringi bunga edelweiss di sekelilingnya, suara dari decitan sepatu pantofelnya semakin dekat. Tuhan apa yang harus aku lakukan?.

            “hey… kenapa menangis?”

Aku tersentak ketika lelaki itu bertanya padaku, bahkan aku sekarang bisa mendengar degupan jantungku sendiri. Aku mencoba meyakinkan diriku bahwa ini semua hanyalah sebatas mimpi. Aku cubit pipiku bahkan aku tampar pipiku berkali-kali.

            “awh… sakit sekali”. Aku mengeluh sedikit merasa kesakitan

            “untuk apa kau mencubit dan menampar pipimu sendiri?” sekali lagi lelaki itu bersuara.

Sementara aku masih tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi, aku menggumam dalam hati siapa kamu?

            “aku adalah bunga edelweiss yang selalu kau bawa”

Sementara aku masih dalam kebingungan, kata-kata dari lelaki itu membuat ku lebih bingung lagi, bagaimana mungkin dia bisa tahu apa yang hati ku katakan barusan?.

Lihatlah, tangan lelaki itu hampir meraih tanganku yang sedang terduduk di balkon kamarku. Dan benar, tanganku di raihnya, oh tuhan aku hampir mati sekarang. Dan dia mengangkat tanganku yang telah dipegangnya, yang sontak membuatku harus berdiri. Kedua tanganku sekarang dipegangnya lembut.

            “tenanglah, tidak usah takut. Aku memegang tanganmu sekarang.”

Oh tuhan, lihatlah dia… rambut pinggirnya yang menutupi kedua daun telinganya, rambut belakang yang menjuntai panjang seleher belakang nya, dan rambut depannya yang sepanjang alis matanya. Dengan Tuxedo putih dan celana putih serta sepatu pantofel putihnya. Aku benar-benar kehabisan kata-kata untuk menggambarkan keindahannya.

            “siapa kau sebenarnya?” tanyaku padanya, dengan nada yang gemetar

            “aku adalah edelweiss mu, aku adalah Pangeran Edelweiss” aku sontak tak percaya dengan apa yang barusan dikatakannya.

            “apa tujuan mu datang kepadaku”

            “tujuanku?, sebagaimana engkau selalu menjaga ku. Aku pun  selalu menjagamu, dan mulai sekarang aku akan menjadi pangeranmu. Menjagamu dan menemani”

            “a..a..aku benar benar tak menyangka, apakah benar ini semua kenyataan?”

            “peluklah aku sekarang” berkata pelan

Aku memejamkan mataku dan aku pun memeluknya sesuai dengan pinta nya

            “jangan lepaskan pelukan ini…"

"dan bukalah kedua matamu secara perlahan”

Aku pun membuka mataku perlahan..

a..a..apa ini?, aku terbang bersama pangeran ku. Aku benar-benar tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi.

            “mau kemana kita pangeran?” tanyaku padanya

Seketika kita turun di pegunungan, ditengahnya terdapat danau besar dan diapit oleh bukit nan indah.

            “lihatlah sekelilingmu, seluruh bunga disini bermekaran menyapa kedatangan kita berdua”.

Aku benar-benar tidak bisa mengucapkan kata apapun, lidahku benar-benar terasa keluh. Semua ini terasa sangat indah terlebih di sisiku ada pangeran edelweiss ku.

            “kamu lihat air danau itu?, air itu menampakkan bulan dalam biasnya”

            “iya indah sekali” jawabku singkat

Dia memegang tanganku kembali…

            “bukankah engkau pernah mengatakan untuk ingin pergi kesana, dengan pangeranmu” aku mengangguk pasrah

            “pegang tanganku kembali, dan peluklah erat aku kembali”

Aku kembali menuruti permintaannya… dan sekejap kita berdua sudah ada diatas awan, kita berada di bulan !. Aku berada di bulan bersama pangeran ku!

            “sesuai dengan keinginanmu, kita berada di bulan, apa kau merasa bahagia”

            “iya pangeranku, ini adalah kebahagiaan terbesarku” aku mulai tak canggung “pangeran, apakah ini yang dinamakan cinta?, karena aku tidak pernah merasakan kebahagiaan sebesar ini. Aku ingin waktu berhenti sekarang, dan biarkan kita berdua di sini selamanya”

            “hanya hatimu sendiri yang bisa menjawab itu semua. Sudah waktunya sekarang” dia tersenyum sangat manis kepadaku “pegang tanganku, dan dekaplah tubuhku”

Dan seketika kita sudah berada di sini kembali, di kamarku lagi.

            “sudah waktunya, aku harus pergi sekarang” dia tersenyum kembali

Sebelum dia pergi, aku mendekapnya erat. Sangat erat. “aku tidak mau kehilanganmu secepat ini, aku mencintaimu” dia menatapku dalam.

            “percayalah, aku tidak akan pergi. Aku akan selalu ada disini, dihatimu. Jangan pernah takut kehilanganku, karena aku tidak akan pernah hilang darimu. Melainkan aku akan menjagamu selalu. Bukan kah aku Pangeran Edelweiss mu?” sementara itu aku menangis

            “jangan menangis, usap air matamu. Percayalah aku pun sangat mencintaimu. Suatu saat nanti kita pasti bertemu dalam kehidupan yang nyata, aku adalah Pangeran Edelweiss mu yang bernama Jordan” aku menatap dalam, matanya pertanda mengerti apa yang diucapkannya.

Dia mencondongkan badan dan wajahnya. Sementara aku hanya terdiam dan menutup mataku dan kedua bibir kita saling merasakan satu sama lain. Sekali lagi aku bisa mendengarkan debar jantungku sendiri dan aku hanya bisa memegang sangat erat kedua tangannya. First Kiss and Gone… tiba tiba pangeran ku menghilang, dan bunga edelweiss ku, sudah kembali lagi kepadaku. Aku akan menunggu Pangeran Edelweiss ku yang bernama Jordan, di kehidupan nyata. Sangat nyata.

******************************************************************************
Yang engga suka judulnya aku minta maaf, karena cerpen ini bersifat fiksi murni. Engga tau kenapa tadi malem aku merasakan kerinduan yang mendalam, sehingga aku lampiaskan menjadi sebuah cerpen. Dari jam 02.00 sampai baru selesai jam 05.00 pagi. Entahlah rindu kepada siapa, andai engkau tahu. Mungkin sekarang waktu yang tepat buat bilang ‘aku galau untuk pertama kalinya dan itu karenamu’ orang pertama yang buat aku galau. 3 jam penuh buat cerpen ini dan di temani satu buah lagu dari Yovie & Nuno: Seperti Bintang. Mungkin aku berharap kamu membaca cerpen ini dan merasakannya. Tapi ya sudahlah.

Andai saja engkau tahu
Resahku karenamu
Andai aku di benakmu
Alangkah indah dunia
Bila ada satu nama kurindu
Selalu sebutkan dirimu
Seperti bintang indah matamu
Andaikan sinarnya untuk aku
Seperti ombak debar jantungku
Menanti jawabanmu
Pernah aku dengar darimu
Engkau kini sendiri
Namun adakah kau dengarkan aku
Yang benar inginkan kamu
Mungkin aku terlalu
Berharapkan tak tentu
Adakah aku
Dihatimu…

Share:

1 komentar

“Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan.”