Renungan Bagi Gue

Untuk yang kedua kalinya, gue benar-benar dipukul telak. Jangankan untuk melawan balik, hanya untuk berargumen mencoba membela diri pun gue tidak mampu.
Keesokan paginya, seperti biasa. Gue berangkat kuliah untuk mengikuti jam perkuliahan pagi. Benar-benar tanpa semangat, karena telah dipermalukan kemarin harinya.

Setidaknya gue beruntung, di kampus tercinta gue ini tengah mengalami musim gugur. Memandang bunga-bunga kuning angsana, yang meliuk, menari indah jatuh terkulai dengan lembutnya menghiasi sepanjang mata memandang.
Sekumpulan mahasiswi yang berwajah anggun, tak mau melewatkan momen untuk mengabadikannya lewat kamera. Benar-benar dengan kepolosannya mereka tertawa.
Yah... gue beruntung. Beruntung sekali lagi. Kuningnya angsana dapat merelaksasi dan mengurangi rasa malu gue setelah dipermalukan kemarin hari.

Disisi lain, mahasiswi sosialita bersiap hendak pulang dengan mobil mewahnya. Maklum, tempat gue kuliah ini, biasanya disesaki dengan mereka yang diberkahi kekayaan lebih. Anak bos. Anak pengusaha sukses dan terkenal. Anak pejabat. Hingga mereka mungkin telah melewatkan indahnya musim gugur di kampus tercinta ini.

Di lain kesempatan, gue melihat mereka yang berkacamata tebal. Gue yakin mereka membawa setumpuk buku di dalam tas nya.
Sering gue kagum juga, dengan mereka yang memiliki IPK diatas 3,5. Sudah terlihat dibenak gue calon-calon hakim. Pengacara. Jaksa. Atau setidaknya pekerjaan prestigious yang akan mereka dapatkan dengan IPK sebagus itu.

Lalu kemudian gue masuk ke kelas. Mendengarkan dosen yang satu dua patah katanya mengatakan yang kurang lebih seperti ini. "Beruntunglah untuk kalian yang diterima dan masuk di fakultas hukum. Lapangan pekerjaan yang sangat luas menunggu kalian, selepas kalian di wisuda nanti. Kuncinya satu, yaitu kalian harus menjadi lulusan yang bukan hanya seperti lulusan biasa-biasa saja dengan nilai yang secukupnya. Kalian harus punya nilai lebih, minimal 3,5 keatas. Atau cumlaude lah." Gue berpikir. 'Apa benar kita kuliah sekarang, menjadi mahasiswa seperti sekarang hanya untuk mendapatkan pekerjaan seperti yang diutarakan dosen tadi?"

Saat itu juga, tiba-tiba perkataan dari seseorang yang kemarin mempermalukan gue, menghujam dan menghantam pikiran gue dengan sangat kerasnya. "Bagaimana bisa, dengan usaha dan ikhtiar yang sama dengan kalian. Ada temen-temen kalian yang banyak sekali gagal menjadi mahasiswa?" Kemudian dia melanjutkan pertanyaan selanjutnya. "Lalu, bagaimana dengan keadaan mahasiswa sekarang?" "Apa kalian merasa beruntung menjadi mahasiswa?"
Gue tidak tau ingin berbuat apa ketika itu.
"Apa kita hanya akan diam. Hanya akan ber-mewah-mewah an ber-hedon ria. Menunjukan kelas kita. Dan menutup rapat mata kita hingga enggan menengok sedikit untuk mereka. Yang cita-citanya ingin berkuliah, namun tidak bisa karena rupiah yang mencekik."
"Tidak sadarkah kalian, bahwa biaya pendidikan kalian itu baik PTN atau PTS, terlebih lagi, yang negeri uang kuliah kalian sedikit banyaknya sudah disubsidi oleh pemerintah. Coba bayangkan. Uang subsidi tersebut darimana? Bukankah uang itu juga berasal dari mereka yang membayar pajak. Uang tersebut dari keringat para tukang becak, yang pagi siang malam mengayuh becaknya yang belum tentu, bisa hidup enak seperti anggota dewan yang kerjanya hanya tidur, namun berkehidupan lebih. Maka artinya, di-kita lah keringat-keringat mereka dibebankan. Setidaknya masyarakat, terlebih masyarakat bawah banyak yang meng eluh-eluh kan peran sosok mahasiswa. Bukankah Tri Dharma perguruan tinggi yang terakhir mengatakan bahwa seorang mahasiswa harus mengabdi kepada masyarakat. Dengan ilmu yang didapatnya."

"Coba tanyakan apa yang salah dengan kita sekarang ini. Hingga budaya hedon dan kapital tanpa disadari sudah tumbuh dengan pesatnya di dunia kita. Dunia mahasiswa. Apakah memang kita, individunya yang salah. Atau kita dibuat seperti ini oleh sistem yang ada?"

Share:

12 komentar

  1. kayanya mulai dari diri sendiri aja deh bang :D.. perbaiki diri dan semoga dengan itu semua bisa lebih baik, ini bener bener renungan yang jlebb...

    BalasHapus
  2. tidak perlu menyalahkan sistem, apalagi menyalahkan pemerintah. Tidak akan ada yang berubah, jika hanya memikirkan kapan sistem berubah? Kapan pemerintah berubah? Perubahan yang paling baik, dan paling nyata, adalah dimulai dari perubahan pada diri sendiri. Baru kemudian, memberikan perubahan pada lingkungan sekitar, masyarakat atau bahkan negara dan agama. Renungan ini menjadi sesuatu positif, memang kapitalis terkadang membuat kita jengkel, birokrasi mempersulit masyarakat membuat kita marah, tetapi perlu diingat, bahwa mahasiswa memiliki tugas sebagai agent of change, sebagai pembawa perubahan, tentu perubahan ke arah yang lebih baik.

    BalasHapus
  3. Iyap, dimulai dari diri sendiri. Nice post. ;)

    BalasHapus
  4. Mulai dari diri sendiri. Semuanya selalu dimulai dari diri sendiri. :D

    BalasHapus
  5. Mahasiswa. Keren emang ya status mahasiswa. Aku sampe sekarang yakin, angka yang kita dapat dari pendidikan itu kebohongan. Ya beberapa persen aja mungkin yang bener-bener. Karena mengedepankan nilai akademik sekarang jadinya gini. Banyak yang menggunakan akal tapi moralnya kurang. Semoga aja pemerintah kedepan bisa menyelesaikan masalah pendidikan ini. Tidak hanya akal yang jalan, tapi moral juga.

    BalasHapus
  6. saya nggak ngerti maksudnya apa
    dipermalukan gimana.

    ah urusan kuliah emang bikin pusing orang seperti saya ini

    BalasHapus
  7. Salam kenal sebelumnya :)

    Tapi bener sih sama komennya Ara, bingung maksud dipermalukan kedua kalinya itu apa, terus yang pertama apa. Isinya juga ada beberapa yang bikin bingung

    Kalau masalah perubahan sih jangan terlalu berharap selama diri sendiri masih belum berubah.

    BalasHapus
  8. Ya, mungkin ada beberapa kata yang terlalu diimbuhi Deskripsi, jadinya pesan cerita ini kurang dapet. Alurnya juga coba perhatikan lagi, ya bro. Bukan sok ngajarin, tapi saling mengingatkan.

    Kalo ini memang membahas sistem atau perubahan sikap mental. Mahasiswa mana yg bisa diubah? Semuanya sudah terlanjur dengan apa yang seharusnya tidak terjadi. Beginilah hidup berdemokrasi dalam sebuah pimpinan. Semuanya sudah diatur, sejatinya yg salah bukan sistem. Tapi, penerapan sistemnya.

    BalasHapus
  9. intinya bahas kesenjangan sosial gitu bukan sih? hehe

    Oh iya itu dipermalukan apa sih? jadi penasaran nih

    BalasHapus
  10. Mahasiswa yang katanya dibilang agen perubahan pun aku kurang percaya. Tapi ada juga beberapa mahasiswa yang peka terhadap keadaan di negaranya, dan mau ikut memperbaiki negaranya. Tapi yang aku lihat, banyak mahasiswa yang kuliah, pulang, nongkrong. Dan mengagung-agungkan statusnya. Bangga dengan nama mahasiswanya, namun tidak tau arti menjadi mahasiswa yang sebenarnya. Padahal mereka memegang peran sebagai penerus bangsa.

    BalasHapus
  11. Wahai dosen yg bilang harus ipk gede buar bisa kerja. Kalo ga ada skill apa2 dan tidak punya kecerdasan lain apakah bisa diterima di dunia kerja..

    Hehe..

    Btw lo kuliah di hukum? Lewat organisasi lo bisa blajar banyak. Termasuk mengabdi pada masyarakat.. Dan nanti kan biasanya di KKN (program dari kampus) kita bener2 mengabdi sama masyarakat, manfaatkan momen itu..

    BalasHapus
  12. Salam kenal ya :)

    Hmm.. Bener jg sih, agak ngebingungin. Awalnya aku kira kuliahnya di luar negeri gtu, soalnya ada musim gugurnya. Di Indonesia kan gak ada. Tp ujung2nya kyaknya ini kuliahnya di Indonesia ya? Ah, aku gagal paham. Maafkan daku :(

    Dunia mahasiswa, aku jg blm merasakannya. Mdah2an aku msh diberi kesempatan untuk bsa kuliah thn ini :)
    Soal kapitalis dan hedon.. Entahlah, sprtinya dlm prgaulan memang itu mnjadi salah satu hal yg mmbuat kita trcerai berai, sprti ada pmbatasnya gtu. Gak tau deh siapa yg hrs disalahkan, yg penting sih kita mmperbaiki diri kita sndiri dulu :)
    Umm.. Udh deh, bingung mau komen apa lagi. Hehe.

    BalasHapus

“Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan.”