UUD Dalam Garis Lucu

Sebelum nya, ini adalah tulisan pertama saya di tahun 2017 ini. Tenang, just for your information, tulisan ini tidak akan membahas resolusi saya di tahun 2017 nanti, yang bagi sebagian orang mungkin terdengar akan sangat membosankan. Namun, saya ucapkan selamat tahun baru 2017. Semoga berkah untuk kita semua.

Sejenak kita refleksikan, tahun 2016 yang bagi saya, terlihat sangat cepat berlalu dalam imaji. Seolah jengah, kemudian melintas mengarungi ruang waktu tanpa menatap sedikitpun pada saya. 2017 itu kemudian datang. Dengan membawa warna baru, dengan membawa romansa yang baru. Namun, apakah engkau masih akan mengacuh kan ku seperti tahun sebelum nya? Entahlah. Namun yang jelas, akan saya rayu engkau untuk setidak nya kali ini, menengok ku barang sejenak.

Masih lekat dalam ingatan saya, di tahun 2016, konflik agraria tak kunjung usai. Tengok saja, Petani Kendeng yang tanah pertaniannya kini di aliri bukan lagi oleh air dalam irigasi nya. Namun kini telah dialiri nanah, air mata, dan darah yang bau anyir. Esok nya, para petani ini long march dari kendeng menuju singgasana para raja dan ratu ibu pertiwi, guna meminta setitik belas kasihan. ya, Istana Negara. White House. And whatever you want to name it. Bahkan rela sampai 'menyemen kaki sendiri' sebagai bentuk pengorbanan, agar rintihan nya bisa ditukar dengan setitik belas kasihan.

Apa kabar kalian kini petani dari desa Sukamulya, Majalengka. Yang kini para teknokrat disana menganggap desa ini hanya sebagai desa dongeng pengantar tidur, seperti di majalah Bobo. Apakah kalian masih suka untuk memakan barang satu dua padi, yang diolah jadi nasi. Atau kini kalian lebih suka untuk memakan kerangka baja dari pesawat?
Atau masih sudi kah kalian, bila suatu saat nanti takdir menentukan kalian untuk tetap jadi petani, lalu memberikan sedikit beras mu untuk Ibu Pertiwi?

Saya katakan bahwa kita tengah dalam keadaan bahaya. Darurat Agraria. Lalu mereka para eksekutif yang singgasana nya berada diatas awan, hingga tak akan pernah tersentuh dari tangan-tangan kotor bekas lumpur dan tanah liat, tidak akan pernah mendengar jeritan-jeritan rakyatnya.

Saya jelas katakan bahwa, mereka yang duduk di singgasana nya sekarang yang bagaikan raja itu telah menghianati Undang Undang Dasar 1945. Apapun apologi nya.

Dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 telah jelas diatur "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat." Tapi, sudah kah Negara dalam hal ini merealisasikannya?

Negara Berperan Memunggungi  Pasal 33 Ayat 3
Barangkali negara dalam hal ini lupa tentang isi dari Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945. Yang jelas dapat diinterpretasikan bahwa demokrasi ekonomi Indonesia, digunakan untuk sebesar-besar nya kemakmuran rakyat. Bukan malah bersifat kontradiktif yaitu menjadi alat untuk perampasan hak mendasar hidup rakyat.

Dalam tataran retorika dan wacana, harus diakui pemerintah memang telah sejalan dengan pasal tersebut. Namun, bukankah indikator tolak ukurnya adalah pada tataran implementasinya. Dan pemerintah telah gagal dalam mengimplementasikan pasal tersebut.

Namun kemudian kita memang harus kembali menilik lagi, bahwa inilah garis lucu dari Undang Undang kita. Dimana dengan dalih pembangunan rela mengorbankan hak mendasar hidup manusia dan atau bahkan menghilangkan nyawa manusia. Sebut saja salah satu nya Salim Kancil.

Nurcholis Madjid, dalam Islam, Doktrin dan Peradaban. Dalam kasus ijtihad dari Khalifah 'Umar Ibn Al-Khattab dimana beliau ber-ijtihad dalam kitab-Nya.

'Sesuatu apapun yang dikaruniakan Allah sebagai harta rampasan untuk Rasul-Nya dari penduduk negeri-negeri (yang dibebaskan) adalah milik Allah, Rasul, dan kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang terlantar dalam perjalanan, agar supaya tidak berkisar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu. Maka, apapun yang diberikan Rasul kepadamu hendaklah kamu ambil dan apapun yang Rasul melarang nya untuk kamu hendaklah kamu hentikan. Dan bertaqwalah kamu sekalian kepada Allah, sesungguhnya Allah itu keras dalam siksaan.'
Namun, 'Umar dalam hal ini merefleksikan bahwa harta rampasan perang tersebut yang berupa tanah jajahan tersebut haruslah memenuhi kriteria dari konsep tentang istihsan (mencari kebaikan) dan istislah (mencari kemaslahatan). Maka, berkenaan dengan harta (yang bergerak) maka 'Umar telah melaksanakan hukum Allah mengenainya.
Tetapi berkenaan dengan tanah-tanah pertanian, 'Umar berpendapat lain... pendiriannya adalah bahwa tanah-tanah itu harus disita, dan tidak dibagi-bagikan, lalu dibiarkan seolah-olah tanah-tanah itu kepunyaan negara di tangan para pemilik (penduduk asli setempat) yang lama, kemudian mereka ini dikenakan pajak , dan hasil pajak itu dibagi-bagikan kepada keseluruhan orang-orang Muslim setelah disisihkan daripada gaji tentara yang ditempatkan di pos-pos pertahanan dan negeri-negeri yang terbebaskan.

Walaupun sebelum ketentuan itu berlaku, ada banyak pro dan kontra, karena memang tidak diatur secara tersurat dalam Al-Qur'an, namun dengan mempertimbangkan  istihsan dan istislah, yang kemudian juga mempertimbangkan meliputi faktor ekonomi dan spasial  maupun waktu, pada akhirnya kebijakan tersebut mampu membawa maslahat rakyat pada zamannya.

Pada kasus yang sama, mungkin Pemerintah sekarang Bapak Gubernur Jateng yang terhormat sebagai eksekutif, lebih memilih menutup telinga atas jeritan petani kendeng. Dan pemerintah pusat telah lalai dan memunggungi kasus agraria yang ada.


Bahan Bacaan:
Nurcholis Madjid; Islam Doktrin dan Peradaban
http://indoprogress.com/2016/08/politik-agraria-dan-refleksi-71-tahun-kemerdekaan/

Share:

14 komentar

  1. wah postingannya sungguh berbobot gan, tapi ane gak terlalu ngerti juga :'v

    Salam Kenal gan

    BalasHapus
  2. Jujur saya harus baca beberapa kali untuk bisa mengerti makna tulisan ini, saya setuju kalau UUD Pasal 33 Ayat 3 itu nggak terealisasikan dengan baik. Dan tulisan ini sebagai bentuk kritikan buat pemerintah, miris banget memang kenyataan nggak seindah UUD.

    BalasHapus
  3. Saya agak bingung mau mulai dari mana bahasnya karena saya kurang mengerti dengan tulisannya. Dan saya sependapat dengan Erni tentang kritikan buat pemerintah

    BalasHapus
  4. buset, gue baru tau soal konflik ini. Media di indonesia kayaknya emang lebih berpihak ke berita2 di ibu kota ya daripada yang di daerah gini. Tapi kalo sampe gubernur daerahnya sendiri tutup telinga, kasian banget nasib petani di sana. :(

    semoga pemda maupun pemerintah pusat bisa melek sama konflik ini dan hidup petani jadi sejahtera.

    BalasHapus
  5. Konflik yang gak disorot oleh media arus utama. Keren, gan. Tetap suarakan kegelisahannya untuk keadaan negeri ini supaya menjadi lebih baik!

    BalasHapus
  6. Gue nggak tau mau ngomong apa lagi, tapi gue rasa gue sependapat dengan ka Yoga Poetra soal berita sekarang yang lebih mengarah ke berita ibukota, padahal kan, ya jika diliat di daerah lain ada masalah yang lebih parah daripada yang diberitakan.. :))

    BalasHapus
  7. Mungkin memang benar, pemerintah masih belum bisa mengimplementasi pasal itu. Bukannya gagal mengelola, lebih tepatnya tidak dapat mengelola di beberapa sektor jadinya harus bekerjasama dengan pihak asing. Freeport, contohnya. namun untuk masalah perairan, tindak tegas dalam perikanan kita sudah menunjukkan kemajuan yang signifikan, tinggal bagaimana kebijakan-kebijakan terpadu yang harus dbuat aja untuk bisa membuat maritim lebih maju.

    BalasHapus
  8. jujur aku kurang paham kalo soal masalah kayak gini mas, biarlah pemerintah yang menyelesaikan, tapi kalo rakyat kecil yang dirugikan ya aku rasa harus ada tindakan biar pemerintah segera menyelesaikan apa yang kurang tepat. soal berita yang hanya menyorot ibu kota aku rasa ada benarnya juga , beberapa masalah di desa pinggiran kurang dapat perhatian seperti petani di desa Sukamulya, Majalengka.

    BalasHapus
  9. Gue agak gak ngambung sama konflik yang terjadi di jateng. maklum, jarang liat berita juga.
    Hmm.. tapi agaknya butuh solusi yang tepat sih sama yang terjadi. SWemoga cepet terselesaikan deh., aamiin..

    Tulisan lo ini berbibit bro. Lanjutkan ke hal2 yang beginian deh. Biar banyak orang lain tau hal2 begini yang mungkin sedikit di ekspos media2 tanah air.

    BalasHapus
  10. wah lo punya buku (alm) Cak Nur?? gue lagi nyari2 buku beliau dan pengen baca banget cuman nggak mau beli, hahaha..
    asli gue pengen banget baca buku beliau.

    gue rasa pemerintah harus disadarkan lewat jalur diplomasi bukan dengn aksi2 teaterikal atau demo2 karena mereka itu punya borok dan boroknya nggak mau ketauan orang makanya haru datengin langsung, mediasi, auidensi dll untuk mencari solusinya..

    BalasHapus
  11. berat banget gan postingannya :D
    aku setuju banget akhir2 ini berita terlalu menyorot ibukota.. muak rasanya, kalo gak ahok ya FPI hahah

    BalasHapus
  12. Pembahasan yang lumayan berat bro, tapi gue setuju banget nih sama pendapat yang lo tulis. Banyak banget yang belum peka akan hal ini, pemerintah pun begitu. Semoga postingan lo ini banyak yang baca ya bro

    BalasHapus
  13. Aku kurang paham sama konflik agraria ini semoga saja cepat selesai masalahnya

    BalasHapus

“Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan.”